Kembali dengan single baru berjudul “Breakfast in Bed” bersama gnash, lewat lagu ini, Stephanie Poetri menyampaikan sebuah hubungan romantis dengan nuansa tenang dan nyaman. Dirilis pada 28 Oktober melalui 88rising, lagu ini membawa Stephanie memasuki fase musik baru sekaligus mempertahankan suara khasnya yang “lembut.” Kumpulan adegan musik video yang direkam di rumah memperlihatkan suasana romantis kepada penonton. Masih setia dengan suara akustiknya yang khas, rilis terbarunya ini meromantisasi momen-momen kecil yang dihabiskan bersama kekasih.

Terkenal dengan single hitnya “I Love You 3000,” penyanyi Indonesia yang berumur 22 tahun ini telah membawa representasi Asia Tenggara ke panggung internasional. Dengan pengalaman tampil di Head In The Clouds Festivals 2021 dan 2022, Stephanie sudah meraup banyak penggemar. Setelah dua mini album berjudul AM:PM dan oh to be in love, ia telah bereksperimen dengan berbagai gaya musik. Pada bulan April 2020, Stephanie merilis single “Straight To You” yang ia edit dan rekam sendiri. Bagi para penggemar vlog dengan nuansa rumah yang sederhana, “Breakfast in Bed” adalah sebuah lagu yang menggambarkan suasana tersebut dengan baik.

Dalam wawancara eksklusif melalui Zoom dengan EnVi, Stephanie membahas proses produksi, perjalanannya kembali ke Jakarta selama pandemi COVID-19, dan bagaimana ia menemukan suaranya sebagai seorang musisi yang terus berkembang.

Menyusun “Breakfast in Bed”

Apa yang dimulai sebagai sesi studio sederhana bagi Stephanie, berkembang untuk menciptakan single terbarunya. Saat berada di studio, ia dan timnya menciptakan sebuah karya yang sekaligus menarik perhatian untuk berbagai kolaborasi. Setelah menyelesaikan bait keduanya, sisa dari lagu tersebut dapat menyatu dengan mulus. “Aku ingat hal pertama yang kami pilih adalah riff piano yang keren di awal lagu,” ujar Stephanie.

Meskipun dia menyebut lagunya sebagai “cantik,” Stephanie mengakui bahwa ia sedang mengepakkan sayapnya ke dalam gaya yang lebih tidak umum. Ia merasa menyatu dengan musik, seperti halnya alam meliputi rerumputan dan matahari. Menurutnya, ada keindahan dari menciptakan musik dan menyandingkannya dengan sajian visual yang selaras. “Secara garis besar, ada begitu banyak lagu luar biasa yang tidak terasa seperti lagu yang cantik. Jadi aku kira itu sangat berkaitan dengan bagaimana kita dapat memvisualisasikan suara tersebut,” jelasnya. “Jadi, ketika aku mendengar sebuah lagu, aku bisa benar-benar melihat diri sendiri di dalamnya, dan saat itulah aku pikir lagu itu benar-benar cantik.”

Dari mengeksplorasi gaya musik baru, Stephanie menemukan hiburan dalam hal yang tak terduga. “Aku suka saat ada ketidaksempurnaan yang membuat hal-hal lebih menarik. Ketika kamu memikirkan tentang lagu yang bagus, orang cenderung berpikir lagu itu sempurna,” katanya. Dengan meningkatkan keahliannya di rilisan-rilisan terbaru, Stephanie menetapkan kecepatannya sendiri dalam berkarya. Daripada mengejar inovasi dan perubahan yang tidak terduga, ia lebih memilih untuk mendalami proses kreatifnya. “Peningkatan tidak selalu berarti membuat lagu yang lebih ceria atau membuatnya lebih rumit dan kompleks. Ini hanyalah cara lain untuk menunjukkan sisi lain dari dirimu sendiri, tetapi masih di rana yang sama,” jelas Stephanie. 

Kembali ke Jakarta

Seiring dengan kesuksesan “I Love You 3000,” Stephanie mengalami lonjakan popularitas yang disambut dengan pujian yang tiada henti. Stephanie berkolaborasi dengan Jackson Wang dan untuk “I Love You 3000 II,” yang kemudian ditambahkan ke Head In The Clouds II 88rising. Mencapai lebih dari 70 juta putaran lagu yang terus bertambah, lagu ini menjadi titik utama dalam karier Stephanie. Stephanie menggambarkan kenyamanan dalam menemukan audiens. “Aku sudah tumbuh dalam arti bahwa aku sudah menerima bahwa aku tidak perlu lagu populer lain untuk bahagia. Dulu, yang aku ingin lakukan adalah mendapatkan lagu populer lainnya, tetapi sekarang aku memiliki audiens yang hebat.” 

Menelusuri industri musik pada puncak pandemi COVID-19, Stephanie menemukan dirinya kembali ke Jakarta. Ia menghadapi banyak kesulitan, karena produksi harus dilakukan secara virtual. “Aku tidak dapat menemukan cara menulis musik dengan gaya diri sendiri, karena aku menerima apapun yang berhasil. Aku pikir hal itu juga menunda pelajaran aku untuk menyesuaikan dengan tingkat kedewasaanku,” ucapnya. Setelah mengalami perubahan yang tidak terduga ini, Stephanie melanjutkan, “Aku pikir itu adalah panggilan untuk sadar. Dari kenaifan itu, aku pikir aku bisa belajar bagaimana menulis agar sesuai dengan tingkat kedewasaan itu.”

Ketika membandingkan kesepian setelah perkuliahan dengan kariernya, Stephanie menyampaikan kenyataan dalam pencarian identitasnya. “Rasanya seperti hidup kamu stagnan dan tertahan. Namun, aku rasa ini juga merupakan bagian dari usia awal dua puluhan dan mencoba memahami apa artinya menjadi seorang dewasa,” ujarnya. Dengan mendefinisikan kembali pemahamannya tentang kedewasaan, Poetri berusaha untuk mengatasi halangan ini. “Rasanya seperti, ‘oh,’ mungkin menjadi dewasa bukan berarti meninggalkan rumah, tapi menjadi mandiri.”

Lanjutan dari oh to be in love

Hampir seperti jembatan untuk karya-karyanya di masa depan, “Breakfast in Bed” merupakan kelanjutan dari EP terbaru Stephanie, oh to be in love. Memandang proyek tersebut sebagai proyek musikal yang berharga, Stephanie tetap terinspirasi oleh karya-karyanya. “Aku pikir lagu ini pasti bisa masuk ke dalam proyek itu, tetap aku sangat senang bisa memberikan sedikit perhatian tersendiri,” ungkapnya. Dibandingkan dengan EP-EP sebelumnya, Stephanie ingin mempertahankan pandangan ini. “Jika memungkinkan, pada dasarnya aku ingin menjadikan oh to be in love sebagai proyek berikutnya selama sisa hidupku, karena aku sangat menyukai gaya itu.”

Dalam perjalanan menemukan suara khasnya sebagai seorang seniman, Stephanie menyadari bahwa menulis musik sesuai dengan gaya vokalnya memberikan kesempatan untuk keasliannya muncul. “Aku tidak perlu mengimbangi dengan belting atau menyanyi dengan spektakuler karena aku pikir nuansa ini sangat memungkinkan untuk mewujudkan itu. Lagunya memungkinkan untuk lirikku berbicara sendiri, itulah yang aku suka,” jelasnya. Dikenal dengan liriknya yang deskriptif dan lagu-lagu bergaya akustik, para penggemar telah mengasosiasikan Stephanie dengan suara yang sederhana, tetapi mudah diingat. Stephanie membiarkan pendengar membuat cerita dengan indera mereka, dan “pembangunan dunia” tetap menjadi komponen penting dalam lagu-lagunya. “Kamu harus menemukan jalan tengah yang puitis, tetapi juga harfiah,” tambah Stephanie.

photo courtesy Stephanie Poetri’s Instagram

Memadukan Genre dan Melangkah Maju

Sebelum menciptakan karya-karyanya di masa depan, Stephanie merenungkan inspirasi masa kecilnya. Melihat kembali ke era Tumblr di internet, yang didominasi oleh artis seperti The Arctic Monkeys, Halsey, The 1975, dan Troye Sivan, ia berusaha menciptakan suaranya sendiri yang mengingatkannya pada masa itu. Dengan instrumental ringan dipadukan dengan alur berat, ia menciptakan kembali konsep-konsep ini ke dalam suaranya sendiri. Ia ingin mengungkap sisi baru di masa depan. “Aku pikir lagu-lagu aku sebelumnya sedikit lebih pop, tetapi aku pikir akan keren jika aku memadukan keduanya,” kata Stephanie mengenai memadukan dua genre. 

Dengan latar belakangnya di bidang seni visual, Stephanie menemukan dirinya berada pada posisi yang menguntungkan karena kegemarannya untuk berkreasi. Ia mempublikasi karya-karyanya di @menimenoart dan para penggemar diberi kesempatan untuk mengintip sisi baru dalam pikiran imajinatif Poetri. Seni terus menjadi pelampiasan untuk melengkapi musiknya, “Ini adalah cara lain bagiku untuk menemukan motivasi untuk menciptakan hal-hal tertentu dalam lagu, yang menurutku sangat menyenangkan.” 

Menemukan kegembiraan karena memiliki kesempatan untuk menciptakan musik, Stephanie menyampaikan rasa terima kasih kepada para pendengarnya. “Sekarang, yang ingin aku lakukan adalah membuat lagu-lagu yang sesuai dengan playlist mereka. Aku ingin merasa setiap kali seseorang memiliki sebuah playlist, itu seperti membuat lagu untuk bagian apapun dalam hidup mereka. Jadi, itulah yang aku ingin lakukan.” Saat merenungkan posisinya dalam hidup, Stephanie menyadari bahwa proses penulisan lagu menunjukkan pertumbuhannya yang berkelanjutan sebagai seorang manusia. “Kamu dapat mengetahui betapa aku jauh lebih nyaman dalam menulis tanpa mengikuti konvensi menulis lagu. Aku melakukan apa yang keren bagi diriku sendiri dan apa yang terasa menyenangkan, daripada apa yang aku pikir orang harapkan,” tuturnya. 

Seiring membuat playlist untuk kehidupan pendengar, “Breakfast in Bed” adalah tambahan dari Stephanie yang menenangkan. “Aku merasa lagu ini memiliki jalan tengah yang baik, di mana kamu tidak seharusnya merasa sedih karena lagunya, tapi kamu harusnya merasa tenang,” katanya. “Lagu ini cocok dimainkan saat kamu tinggal di rumah dan kamu hanya ingin sedikit musik di latar belakang tanpa harus khawatir.” 

Ingin mengetahui lebih banyak tentang Stephanie Poetri? Ikuti Stephanie di Instagram, Twitter, TikTok, YouTube, dan Spotify untuk mengikuti berita dan musik terbarunya. 

Tertarik dalam mengetahui lebih banyak seniman? Baca Artist Spotlight kami bersama Gal Musette di sini!